Menghabiskan Makanan Adalah Salah Satu Bakti Kepada Ibu
Sebentar lagi akan datang hari Ibu yakni tanggal 22 Desember 2015, bukan karena akan menjelang hari Ibu saya menulis tentang Ibu, sebenarnya ini nantinya tulisan ini akan seperti apa, saya akan coba menulisnya secara gamblang tentang apa yang saya rasakan. Saya termasuk orang yang sudah berumur namun belum menikah karena belum dipertemukan jodoh oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan bahkan saya sudah didahului oleh adik saya dan sekarang sudah punya anak laki yang sudah berumur hampir 3 tahun dan sudah lincah dan juga sudah pintar bicara dengan Bahasa Bali karena dari awal diajarkan Bahasa Bali karena hidup di Desa tidak seperti orang yang tinggal di Kota, anaknya "terpaksa" diajarkan bicara dengan Bahasa Indonesia.
Nah lanjut ke topik yang sebenarnya saya mau bahas adalah memang tentang Ibu yakni Ibu kandung saya sendiri dan juga Ibu dari kakak perempuan saya yang tinggal di Jakarta dan juga Ibu dari Adik saya yang sudah saya sedikit ceritakan tadi di atas. Saat ini mungkin saya belum bisa membahagiakan orang tua saya, karena sampai saat ini saya belum bisa memberikan mantu apa lagi cucu. Tapi saya tetap optimis suatu saat saya bisa menjadi seorang lelaki yang "sejati" artinya memiliki istri dan juga generasi penerus untuk melanjutkan keturunan.
Dulu saya tinggal di Denpasar, hampir 15 tahun saya tinggal di Denpasar sejak tamat SMA dan akhirnya sampai saya bisa bekerja di perusahaan swasta dan berpindah tempat kerja sebanyak 3 kali dan sekarang saya kembali ke kampung karena sudah tidak bekerja lagi di Denpasar. Saat ini saya cuma diam di rumah kadang membantu orang tua dan juga selalu update blog ini dengan berbagai topik. Selama 15 tahun itu saya sadar kalau saya masih belum mencapai apa yang saya harapkan.
Selama hampir 15 tahun saya bekerja di Denpasar hal yang paling menyenangkan adalah saat libur dan bisa pulang kampung meski hanya sehari saja rasanya sudah luar biasa. Pulang setiap hari sabtu sore dan besok sorenya pada hari Minggu sudah balik lagi ke Denpasar. Setiap pulang dari Denpasar menuju Desa Tamblang selama perjalanan saya jarang mampir di warung, paling berhenti sejenak di pinggir jalan karena capek duduk naik motor. Selama itu saya hampir tidak pernah makan di jalanan baik makan besar seperti nasi atau sekedar ngopi. Pengalaman saya dulu awal-awalnya saya suka membeli minuman hangat saat istirahat, karena kedinginan, tetapi apa yang saya rasakan setelah minum minuman hangat itu kok saya menjadi tambah menggigil, nah sejak saat itu pula saya jarang berhenti untuk mampir di warung.
Berangkat dari Denpasar sepulang kerja sekitar jam 15.00 Wita menempuh perjalanan kurang lebih 2 jam, jadi sampai di kampung sekitar pukul 17.00 Wita, saya sengaja tidak makan besar supaya sampai dirumah perut saya lapar dan saya bisa makan masakan Ibu, karena makanan Ibulah yang saya rindukan setiap saya pulang kampung karena tidak ada yang bisa menggantikan masakan Ibu saat ini, kecuali Istri saya nanti jika saya sudah menikah. Jujur saja di kampung pun saya jarang makan di luar kecuali memang benar-benar Ibu saya tidak masak karena ada keperluan, baru saya membeli makanan di luar. Masakan di rumah memang sederhana, namun selalu terasa enak, apa lagi di makan sehabis baru masak dan masih hangat.
Begitu juga saat saya akan balik ke Denpasar, sebisa mungkin saya harus makan supaya tidak kelaparan selama perjalanan dan tidak mampir di warung untuk membeli makanan. Kadang dulu saya berangkat pagi-pagi dari kampung ke Denpasar sekitar pukul 07.00 Ibu belum masak tapi dia berusaha untuk pergi ke pasar pagi-pagi untuk membelikan saya sarapan berupa nasi bungkus. Tapi setelah itu saya lebih cenderung berangkat sore, jadi pastinya Ibu sudah masak di pagi hari, berangkat sekitar jam 15.00 sebelum itu saya pasti makan dulu dan kadang membungkus nasi untuk dimakan di Denpasar setelah sampai. Saat balik juga saya jarang mampir di warung alasannya sama karena sudah makan dan sudah membawa masakan Ibu dari rumah, mungkin saya berhenti sejenak untuk menghilangkan capek karena berkendara terlalu lama yakni kurang lebih 2 jam.
Untuk sekarang ini sudah hampir tiga bulan sudah tidak menjalani rutinitas itu lagi karena saya sudah tidak bekerja di Denpasar saya sekarang tinggal di kampung jadi setiap hari saya bisa menikmati masakan Ibu. Ibu saya biasanya selesai masak itu sekitar jam 10.00 Wita karena pagi-pagi dia harus membuat pisang goreng (Godoh bahasa baline) sampai jam 07.00 untuk di jual di warung, setelah itu baru bisa memasak untuk kami yang tinggal di rumah. Setiap selesai masak dan setelah selesai Ngejot (Sajen setelah habis memasak menurut Hindu Bali) Ibu saya selalu mencari saya (di kamar atau di warung karena saya jarang kemana-mana) dan mengatakan bahwa dia sudah selesai masak dan juga sudah Ngejot dan menyuruh saya untuk makan. Kadang saya langsung makan kalau memang sudah lapar atau menunda dulu kalau belum lapar atau masih ada pekerjaan.
Setelah itu Ibu biasanya langsung mengerjakan yang lain biasanya pergi ke warung dang gantian dengan Bapak, sementara Bapak mungkin makan atau mengerjakan yang lain. Setelah itu kadang sambil menunggu warung Ibu saya Ngempu cucu yang sudah lincah, kadang sambil ngempu juga harus memberi makan keponakan kesayangan. Saat ngempu (apo bahasa Indonesiane Ngempu) dan memberi makan keponakan inilah kesabaran seorang Ibu diuji. Jadi Ibu itu harus rela membujuk rayu anak kecil dengan berbagai cara dan alasan supaya mau makan. Anak kecil itu aneh mau makan saja harus isi lari-lari dan main-main kesana-kemari. Jika seorang Ibu tidak sabar dan tidak paham dengan perilaku anak yang seperti ini, bisa jadi anak tersebut tidak pernah makan dengan baik. Tapi Ibu saya senang dan selalu sabar memberi makan cucunya itu dengan berbagai cara supaya bisa makan nasi yang banyak sesuai keperluan si kecil. Saya sendiri sering mengamati dan saya sendiri juga kadang mengalami bagaimana rasanya ngempu anak kecil dan saat menyuruh makan dan menyuapinya, jadi tahu kalau punya anak itu akan seperti itu, hehehehe..
Setelah makan pagi biasanya agak siang saya suka nyambal (makan lauk saja tanpa nasi) bukanya sekali tapi berkali-kali sehingga stok lauknya menjadi berkurang untuk makan sorenya tapi masih cukup (Ibu biasanya masak sekali sehari untuk pagi, siang dan sore) oleh sebab itu masakan lauk pasti selalu habis walaupun tersisa atau disisakan sudah pasti di kasi makan anjing (Beni) dan kucing peliharaan. Hampir tiap hari seperti itu dan saya pun tak pernah bosan makan masakan Ibu selama kurang lebih 3 bulan tinggal di kampung.
Saya yakin Ibu saya pasti merasa senang karena masakannya selalu habis saya makan bersama anggota keluarga yang lain dan itu juga saya anggap sebagai bentuk puji syukur kepada Tuhan Yang Maha kuasa dan juga bentuk menghargai makanan yang disediakan oleh Ibu karena berkah dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dengan menghabiskan makanan dan tidak pernah membuang makanan itu adalah sikap bersyukur yang patut kita lakukan karena mungkin saja diluar sana masih banyak orang yang kekurangan makanan. Coba bayangkan setiap makanan yang dimasak oleh Ibu tidak pernah dihabiskan, mungkin disana Ibu akan merasa sedih. Maka dari itu setiap saya menghabiskan masakan Ibu, saya tidak pernah merasa bersalah saya hanya merasa bahagia bisa menikmati makanan Ibu. Saya sungguh bersyukur punya Ibu yang pintar masak yang tidak pernah lupa menyediakan makanan untuk anggota keluarga, semoga Ibu selalu sehat dan bisa selalu memberikan kasih sayang kepada kami.
Nah lanjut ke topik yang sebenarnya saya mau bahas adalah memang tentang Ibu yakni Ibu kandung saya sendiri dan juga Ibu dari kakak perempuan saya yang tinggal di Jakarta dan juga Ibu dari Adik saya yang sudah saya sedikit ceritakan tadi di atas. Saat ini mungkin saya belum bisa membahagiakan orang tua saya, karena sampai saat ini saya belum bisa memberikan mantu apa lagi cucu. Tapi saya tetap optimis suatu saat saya bisa menjadi seorang lelaki yang "sejati" artinya memiliki istri dan juga generasi penerus untuk melanjutkan keturunan.
Ibu sedang memasak di dapur |
Selama hampir 15 tahun saya bekerja di Denpasar hal yang paling menyenangkan adalah saat libur dan bisa pulang kampung meski hanya sehari saja rasanya sudah luar biasa. Pulang setiap hari sabtu sore dan besok sorenya pada hari Minggu sudah balik lagi ke Denpasar. Setiap pulang dari Denpasar menuju Desa Tamblang selama perjalanan saya jarang mampir di warung, paling berhenti sejenak di pinggir jalan karena capek duduk naik motor. Selama itu saya hampir tidak pernah makan di jalanan baik makan besar seperti nasi atau sekedar ngopi. Pengalaman saya dulu awal-awalnya saya suka membeli minuman hangat saat istirahat, karena kedinginan, tetapi apa yang saya rasakan setelah minum minuman hangat itu kok saya menjadi tambah menggigil, nah sejak saat itu pula saya jarang berhenti untuk mampir di warung.
Berangkat dari Denpasar sepulang kerja sekitar jam 15.00 Wita menempuh perjalanan kurang lebih 2 jam, jadi sampai di kampung sekitar pukul 17.00 Wita, saya sengaja tidak makan besar supaya sampai dirumah perut saya lapar dan saya bisa makan masakan Ibu, karena makanan Ibulah yang saya rindukan setiap saya pulang kampung karena tidak ada yang bisa menggantikan masakan Ibu saat ini, kecuali Istri saya nanti jika saya sudah menikah. Jujur saja di kampung pun saya jarang makan di luar kecuali memang benar-benar Ibu saya tidak masak karena ada keperluan, baru saya membeli makanan di luar. Masakan di rumah memang sederhana, namun selalu terasa enak, apa lagi di makan sehabis baru masak dan masih hangat.
Begitu juga saat saya akan balik ke Denpasar, sebisa mungkin saya harus makan supaya tidak kelaparan selama perjalanan dan tidak mampir di warung untuk membeli makanan. Kadang dulu saya berangkat pagi-pagi dari kampung ke Denpasar sekitar pukul 07.00 Ibu belum masak tapi dia berusaha untuk pergi ke pasar pagi-pagi untuk membelikan saya sarapan berupa nasi bungkus. Tapi setelah itu saya lebih cenderung berangkat sore, jadi pastinya Ibu sudah masak di pagi hari, berangkat sekitar jam 15.00 sebelum itu saya pasti makan dulu dan kadang membungkus nasi untuk dimakan di Denpasar setelah sampai. Saat balik juga saya jarang mampir di warung alasannya sama karena sudah makan dan sudah membawa masakan Ibu dari rumah, mungkin saya berhenti sejenak untuk menghilangkan capek karena berkendara terlalu lama yakni kurang lebih 2 jam.
Untuk sekarang ini sudah hampir tiga bulan sudah tidak menjalani rutinitas itu lagi karena saya sudah tidak bekerja di Denpasar saya sekarang tinggal di kampung jadi setiap hari saya bisa menikmati masakan Ibu. Ibu saya biasanya selesai masak itu sekitar jam 10.00 Wita karena pagi-pagi dia harus membuat pisang goreng (Godoh bahasa baline) sampai jam 07.00 untuk di jual di warung, setelah itu baru bisa memasak untuk kami yang tinggal di rumah. Setiap selesai masak dan setelah selesai Ngejot (Sajen setelah habis memasak menurut Hindu Bali) Ibu saya selalu mencari saya (di kamar atau di warung karena saya jarang kemana-mana) dan mengatakan bahwa dia sudah selesai masak dan juga sudah Ngejot dan menyuruh saya untuk makan. Kadang saya langsung makan kalau memang sudah lapar atau menunda dulu kalau belum lapar atau masih ada pekerjaan.
Setelah itu Ibu biasanya langsung mengerjakan yang lain biasanya pergi ke warung dang gantian dengan Bapak, sementara Bapak mungkin makan atau mengerjakan yang lain. Setelah itu kadang sambil menunggu warung Ibu saya Ngempu cucu yang sudah lincah, kadang sambil ngempu juga harus memberi makan keponakan kesayangan. Saat ngempu (apo bahasa Indonesiane Ngempu) dan memberi makan keponakan inilah kesabaran seorang Ibu diuji. Jadi Ibu itu harus rela membujuk rayu anak kecil dengan berbagai cara dan alasan supaya mau makan. Anak kecil itu aneh mau makan saja harus isi lari-lari dan main-main kesana-kemari. Jika seorang Ibu tidak sabar dan tidak paham dengan perilaku anak yang seperti ini, bisa jadi anak tersebut tidak pernah makan dengan baik. Tapi Ibu saya senang dan selalu sabar memberi makan cucunya itu dengan berbagai cara supaya bisa makan nasi yang banyak sesuai keperluan si kecil. Saya sendiri sering mengamati dan saya sendiri juga kadang mengalami bagaimana rasanya ngempu anak kecil dan saat menyuruh makan dan menyuapinya, jadi tahu kalau punya anak itu akan seperti itu, hehehehe..
Setelah makan pagi biasanya agak siang saya suka nyambal (makan lauk saja tanpa nasi) bukanya sekali tapi berkali-kali sehingga stok lauknya menjadi berkurang untuk makan sorenya tapi masih cukup (Ibu biasanya masak sekali sehari untuk pagi, siang dan sore) oleh sebab itu masakan lauk pasti selalu habis walaupun tersisa atau disisakan sudah pasti di kasi makan anjing (Beni) dan kucing peliharaan. Hampir tiap hari seperti itu dan saya pun tak pernah bosan makan masakan Ibu selama kurang lebih 3 bulan tinggal di kampung.
Saya yakin Ibu saya pasti merasa senang karena masakannya selalu habis saya makan bersama anggota keluarga yang lain dan itu juga saya anggap sebagai bentuk puji syukur kepada Tuhan Yang Maha kuasa dan juga bentuk menghargai makanan yang disediakan oleh Ibu karena berkah dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dengan menghabiskan makanan dan tidak pernah membuang makanan itu adalah sikap bersyukur yang patut kita lakukan karena mungkin saja diluar sana masih banyak orang yang kekurangan makanan. Coba bayangkan setiap makanan yang dimasak oleh Ibu tidak pernah dihabiskan, mungkin disana Ibu akan merasa sedih. Maka dari itu setiap saya menghabiskan masakan Ibu, saya tidak pernah merasa bersalah saya hanya merasa bahagia bisa menikmati makanan Ibu. Saya sungguh bersyukur punya Ibu yang pintar masak yang tidak pernah lupa menyediakan makanan untuk anggota keluarga, semoga Ibu selalu sehat dan bisa selalu memberikan kasih sayang kepada kami.
Posting Komentar untuk "Menghabiskan Makanan Adalah Salah Satu Bakti Kepada Ibu"
Silakan berikan komentar Anda dengan baik, silakan gunakan Bahasa Indonesia dengan baik supaya mudah dibaca oleh pengunjung lain, Jangan ada Spam dan link aktif. Terimakasih